
WASPADA! Fanatisme Digital Kian Mengancam, Pakar Beberkan 3 Jurus Jitu Menangkalnya.
Barito Kuala, 12/10/2025 – Kementerian Agama (Kemenag) bersama Komisi VIII DPR-RI dan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) UIN Antasari Banjarmasin kembali melanjutkan program “Ngopi Bareng” (Ngobrol Pendidikan Islam). Pada hari Minggu, 12 Oktober 2025, seminar dengan tema “Peningkatan Mutu Pendidikan, Moderasi Beragama di Era Digital” digelar di Aula Universitas Muhammadiyah Banjarmasin, Kabupaten Barito Kuala (Batola).

Kegiatan yang dihadiri oleh para mahasiswa dan dosen dari Banjarmasin dan Batola ini bertujuan untuk membekali para akademisi dengan pemahaman yang mendalam tentang tantangan dan strategi moderasi beragama di zaman modern.
Anggota Komisi VIII DPR-RI, H. Sandi Fitrian Noor, S.T., M.M. dalam sambutannya menjelaskan bahwa program “Ngopi Bareng” adalah wujud komitmen nyata kepada masyarakat. “Kami berharap agar seluruh peserta dapat menerima materi dengan baik dan, yang terpenting, dapat menerapkannya di tengah masyarakat agar negara kita semakin sejahtera dan rukun,” ujarnya.
Dekan FTK UIN Antasari, Dr. H. Hamdan, M.Pd., menekankan pentingnya kembali kepada teladan Nabi. “Mari kita meneladani Rasulullah SAW tentang bagaimana mengamalkan moderasi beragama. Beliau mengajarkan bahwa indahnya Islam disyiarkan melalui kemuliaan akhlak, bukan melalui tajamnya mata pedang,” pesannya kepada hadirin.

Seminar ini menghadirkan dua narasumber yang mengupas tuntas moderasi beragama dari dua sisi yang saling melengkapi.

Narasumber pertama, Dr. Nuril Asyikkin, Lc., M.A., fokus pada pentingnya penanaman nilai dari dalam diri. “Pada akhirnya, internalisasi nilai moderasi beragama bukanlah sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan untuk merawat masa depan Indonesia. Proses ini mengajak kita untuk tidak hanya menjadi umat beragama yang taat, tetapi juga warga negara yang baik. Mari kita mulai dari diri sendiri untuk menanamkan nilai-nilai keseimbangan, keadilan, dan toleransi hingga tertanam kuat di dalam sanubari. Karena dari sanalah akan lahir pribadi-pribadi moderat yang menjadi fondasi kokoh bagi sebuah bangsa yang rukun, damai, dan bermartabat,” paparnya.

Sementara itu, narasumber kedua, Yansyah, M.Pd., membahas strategi menghadapi tantangan di dunia maya. “Era digital membawa tantangan besar bagi moderasi beragama melalui derasnya arus disinformasi dan menguatnya fanatisme. Namun, tantangan ini dapat kita ubah menjadi peluang dengan membekali diri melalui tiga pilar strategi: menerapkan etika berinternet dalam setiap interaksi, mengasah literasi digital agar mampu berpikir kritis, dan proaktif menciptakan serta menyebarkan konten yang menyejukkan. Dengan demikian, kita tidak hanya menjadi konsumen informasi yang cerdas, tetapi juga produsen konten positif yang secara aktif berkontribusi dalam merawat keharmonisan,” jelas Yansyah.

Dari pemaparan kedua narasumber, dapat ditarik kesimpulan bahwa penguatan moderasi beragama di era digital membutuhkan pendekatan dua lapis. Pertama, seperti yang ditekankan oleh Dr. Nuril, adalah membangun fondasi internal dengan menanamkan nilai-nilai keseimbangan dan toleransi ke dalam diri setiap individu. Kedua, seperti yang diuraikan oleh Yansyah, adalah membekali pribadi moderat tersebut dengan keterampilan praktis untuk bernavigasi dan berkontribusi di dunia digital. Dengan kata lain, menjadi pribadi yang moderat secara personal adalah syarat utama untuk bisa menjadi agen perubahan yang menyebarkan konten positif dan memerangi fanatisme secara efektif di ruang siber, demi masa depan Indonesia yang damai dan harmonis.
Tag:AR65, DPR-RI, Era Digital, FTK, Hoax, Kemenag, Moderasi Beragama, UIN Antasari